Rabu, 08 Desember 2010

Do real friends?

Posted by atinawinasti at 18.37
Masa SMP, tepat pada kelas 8 dan 9.
Berteman dengan banyak teman. Teman satu kelas tepatnya. Kelas 8.4 atau yang sering disebut dengan GALPAT. Kompak? Kelasnya memang kompak. Asik? Asik bangeeeett. Anak-anaknya bersahabat? Oh yes, of course. Terus apa yang jadi masalah? Wait, we continue the story first.


Pertemanan dengan beberapa teman dekat di kelas GALPAT memang sangat menyenangkan. Sebut saja inisial namanya; O, A, dan N. Mereka melakukan pertemanan dengan sangat baik. Sangat baik terhadap gue. Gue seorang anak biasa jika di bandingkan dengan mereka. Mereka tidak melakukan perbedaan diantara pertemanan ini. Antara gue dan mereka pun juga biasa saja, layaknya sebuah pertemanan yang murni. Perjalanan pertemanan pun berlanjut sampai di kelas 9, dan kami tidak sekelas lagi. Dalam tahun ini pertemanan kami masih sama saja, tidak membedakan, saling membantu dan sangat menyenangkan. Dan kami pun sering mengatakan 'jangan saling ngelupain kalo udah lulus nanti, dan yang pasti sering ketemu dan jangan sampe loose contacs' . Oke itu adalah kalimat yang sangat gue pegang teguh dalam pertemanan. Namun, hal yang tidak gue harapkan pun terjadi. Saat kami sudah memulai aktivitas baru sebagai anak SMA dan mendapatkan teman baru. Kebetulan gue dengan A mendapatkan sekolah yang sama. 


     ~~~~~~Mempersingkat Cerita~~~~~~ 


Gue dengan si A masih melakukan pertemanan dengan baik pada semester awal, namun tidak begitu dengan semester-semester berikutnya. Dia terlihat sangat tidak menganggap gue. Gue yang dahulu merupakan teman dekatnya. Teman yang sangat dekat. Setiap bertemu (saat ini) dia tidak pernah menyapa, yah jangankan menyapa, menolehkan muka saja tidak walaupun bersebelahan. Sakit hati? Hah biasa saja. Kenapa? Gue gak punya banyak waktu untuk meladeni teman yang bukan teman! Biarkan dia dengan dunia dan teman barunya. Teman yang mungkin lebih menyenangkan dan lebih 'gaya' jika di bandingkan dengan gue.


Lalu, bagaimana dengan si O dan N?


Dengan O, gue benar-benar sudah loose contacs. Namun pada kesempatan terakhir, gue bertemu dengan dia dengan penampilannya yang baru yang sangat menunjang karirnya sebagai anak gaul. Lagi-lagi gue tidak peduli akan hal itu. Terserah tepatnya.


Nah, kalau dengan si N? Hemmm....cukup baik pertemanan gue dengan dia saat ini. Gue dengan dia masih menjalin komunikasi yang baik. Dia memiliki jati diri. Jati diri? Ya, jati diri. Karena dia tetap menjadi dia yang dulu tanpa adanya perubahan yang kontras seperti yang lainnya. 


Dengan begini, gue baru menyadari akan artinya sebuah ucapan dan janji. Bahwa alahkah baiknya jika kita menahan ucapan atau janji kita untuk lebih mengutamakan realisasinya ketimbang omong kosong belaka.

0 comments:

Posting Komentar

 

THE OTHER SIDE Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review